Penaklukkan di Irak dan Wilayah Timur
Mukaddimah Peperangan
Kemudian Sa’ad berjalan dan berhenti di Qadisiyah sambil mengutus pasukan-pasukan kecil (guna mengintai musuh, pen.). Satu bulan dia menetap di tempat itu namun belum terlihat seorang pun dari tentara Persia. Sa’ad segera memberitakan hal ini kepada Umar. Sementara pasukan-pasukan kecilnya datang membawa makanan dari segala penjuru. Seluruh rakyat Persia pun menjadi gempar dan ribut melaporkan perilaku kaum muslimin yang mengambil harta dan menawan sebagian wanita mereka kepada Yazdigrid. Mereka berkata, “Jika kalian tidak dapat menyelamatkan kami maka kami akan kembali mengikat perjanjian damai dan akan kami serahkan benteng kami kepada mereka.”
Maka Persia sepakat untuk mengirim Rustam ke sana. Yazdigrid segera menginstruksikan kepada Rustam untuk memimpin pasukan ke sana, namun Rustam merasa keberatan dan minta dibebastugaskan. Dia berkata, “Strategi ini adalah strategi yang keliru dalam bertempur. Dalam menghadapi Arab strategi yang jitu adalah menyerang mereka dengan pasukan yang silih berganti datang menyerang, satu pasukan kemudian diikuti dengan pasukan lainnya dan seterusnya. Strategi inilah yang lebih dahsyat untuk mengalahkan bangsa Arab daripada mengerahkan seluruh tentara dalam jumlah besar secara sekaligus dalam satu waktu.” Namun Raja bersikeras untuk melaksanakan keinginannya, maka Rustam segera menyiapkan diri untuk bertempur.
Sebelumnya Sa’ad telah mendengar dari para mata-matanya yang diutus ke Hirah dan Sholuba bahwa Raja telah memilih Rustam bin al-Farrakhzad al-Armani sebagai Panglima tertinggi pasukan dan telah menempatkan pasukannya di tenda-tenda mereka. Maka Sa’ad segera mengirim surat kepada Umar memberitahukan perkembangan yang terjadi. Maka Umar membalas dan berkata, “Jangan engkau merasa sempit dan takut dengan berita yang sampai kepadamu tentang mereka, ataupun berita yang mereka sampaikan langsung kepada kalian, tetapi mintalah bantuan kepada Allah serta bertawakallah pada-Nya. Utuslah orang-orang yang cerdik pandai dan sabar dalam bertempur agar berdoa kepada Allah. Sesungguhnya doa mereka akan membuat lemah musuh, dan kirimkan kepadaku berita setiap hari.
Ketika Rustam dan pasukannya telah mendekat dan mereka telah mendirikan tenda-tenda mereka di Sabath, Sa’ad mengirim surat kepada Umar dan berkata padanya, “Sesungguhnya Rustam telah tiba dan menempatkan pasukannya di Sibath dengan membawa kuda-kuda dan gajah-gajah untuk menyerbu kami. Tidak ada yang lebih penting menurutku sebagaimana yang kau inginkan dariku daripada bermohon dan bertawakkal kepada Allah.”
Rustam mulai membekali pasukannya dan menyusun formasi. Pasukan penyerang di depan sebanyak 40.000 di bawah pimpinan Jalinius, sementara sayap kanan pertahanan sebanyak 30.000 orang dipimpin oleh Hurmuzan, dan sayap kiri sebanyak 30.000 orang dipimpin oleh Mihran bin Bahram, pasukan pertahan belakang dipimpin oleh al-Bairuzan sebanyak 20.000 orang, jumlah seluruh pasukan adalah 120.000 personil. Dalam sebuah riwayat sebanyak 20.000 ditambah 80.000 pasukan dengan 33 ekor gajah.
Utusan yang Dikirim Kepada Rustam untuk Mendakwahinya
Sa’ad mengutus beberapa orang senior untuk menghadap Rustam, di antaranya adalah an-Nu’man bin Muqarrin, Furat bin Hayyan, Hanzhalah bin Rabi’ at-Tamimi, Atharid bin Hajib, al-Asy’ats bin Qais, al-Mughirah bin Syu’bah, dan Amr bin Ma’di sambil mendakwahinya kepada Agama Allah. Rustam bertanya kepada mereka, “Apa yang membuat kalian datang kemari?” Mereka menjawab, “Kami datang untuk mendapatkan apa yang Allah janjikan dan anak-anak, serta menguasai harta kalian, kami merasa yakin akan mendapatkannya segera.”
Saif bin Umar menyebutkan bahwa Rustam sengaja melambat-lambatkan pertemuannya dengan Sa’ad, hingga diperhitungkan sejak dia keluar dari Madain dan bertemu dengan Sa’ad di Qadisiyah memakan waktu empat bulan. Andaikata tidak diperintahkan raja agar dia segera menemui Sa’ad tapi dia tidak akan menemuinya.
Ketika pasukan Rustam telah mendekati tentara Sa’ad, maka Sa’ad ingin mengetahui bagaimana sesungguhnya kondisi dan persiapan mereka. Dia mengerahkan satu rombongan dari pasukannya untuk membawa salah seorang dari tentara Persia, dan di antara rombongan tersebut terdapat Thulaihah al-Asadi yang pernah mengaku sebagai Nabi kemudian bertaubat.
Ketika Sa’ad mengutus rombongan ini segera Thulaihah menembus pasukan musuh, melewati ribuan pasukan dan berhasil membunuh banyak para jagoan Persia hingga berhasil menawan salah seorang dari mereka dan menggiringnya kepada Sa’ad dalam keadaan tidak berdaya. Maka Sa’ad bertanya padanya tentang pasukan mereka, tetapi lelaki itu malah menceritakan bagaimana kehebatan dan keberanian Thulaihah. Sa’ad berkata kepadanya, “Bukan ini yang aku inginkan tapi beritahukan kami berapa jumlah tentara Rustam.” Dia menjawab, “Dia membawa 120.000 pasukan dan di belakangnya diikuti dengan pasukan dalam jumlah yang sama.” Seketika itu juga tawanan tersebut masuk Islam di tempat, alhamdulillah.
Mengutus al-Mughirah bin Syubah
Saif meriwayatkan dari syaikhnya, ketika dua pasukan saling berhadapan, maka Rustam mengirim seseorang pasukannya kepada Sa’ad dan meminta agar mengirimkan padanya seorang yang piawai untuk diajak berdialog. Maka segera Sa’ad mengutus al-Muughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu.
Ketika ia bertemu dengan Rustam, Rustam berkata, “Sesungguhnya kalian adalah tetangga kami, sebelumnya kami selalu berbuat baik kepada kalian, dan menahan diri untuk tidak menyakiti kalian, maka kembalilah ke negeri kalain kami tidak akan mencegat dan mengahlangi jalur perdagangan kalian untuk masuk ke negeri kami.”
Al-Mughirah menjawab, “Kami tidak menginginkan dunia, tetapi yang kami cari dan harapkan adalah akhirat. Dan Allah telah mengutus Rasul-Nya kepada kami dan berkata padanya, “Sesungguhnya Aku akan mengalahkan orang-orang yang tidak mau beragama dengan agama yang Aku turunkan, dan Aku akan menghukum mereka melalui tangan umatnya, dan Aku akan tetap memenangkan mereka selama mereka tetap mengakui agama ini. Inilah agama yang haq, siapa saja yang menolaknya akan dihinakan, dan yang berpegang teguh dengannya akan dimuliakan.” Rustam bertanya padanya, “Agama apakah itu?” Al-Mughirah menjawab, “Adapun asas yang tidak akan sah keislaman seorang kecuali dengannya yaitu bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, serta mengakui seluruh yang datang dari Allah.”
Rustam berkata, “Alangkah baiknya agama ini, apa lagi berikutnya?” Al-Mughirah melanjutkan, “Kami diutus untuk mengeluarkan dan membebaskan manusia dari perbudakan sesama manusia agar merdeka dan hanya menjadi hamba Allah semata.”
Rustam kembali berkata, “Itu juga sangat baik, apa lagi berikutnya?” Al-Mughirah menjawab, “Seluruh manusia adalah anak Adam, dan mereka seluruhnya bersaudara dari ayah dan ibu yang satu.” Rustam kembali berkata, “Ini juga sangat baik,” kemudian Rustam berkata lagi, “Bagaimana jika kami masuk ke dalam agama kalian apakah kalian akan kembali ke negeri kalian?” Al-Mughirah menjawab, “Ya demi Allah dan kami tidak akan mendekati negeri kalian kecuali untuk berdagang ataupun keperluan lainnya.”
Rustam berkata, “Alangkah bagusnya agama ini.” Ketika al-Mughirah keluar segera Rustam memberitakan hasil dialognya dengan al-Mughirah dan menawarkan kepada petinggi Persia agar menerima tawaran Islam namun mereka menolak tawarannya.
Mengutus Rib’iy bin Amir
Setelah itu Sa’ad mengutus utusan lainnya kepada Rustam yaitu Rib’iy bin Amir ats-Tsaqafi, maka Rib’iy segera masuk menemuinya sementara mereka telah menghiasi pertemuan itu dengan bantal-bantal yang dirajut dengan benang emas, serta permadani-permadani yang terbuat dari sutera. Mereka mempertontonkan kepadanya berbagai macam perhiasan berupa yaqut, permata-permata mahal, dan perhiasan lainnya yang menyilaukan mata, sementara Rustam memakai mahkota sedang duduk di atas ranjang yang terbuat dari emas. Sementara Rib’iy masuk dengan hanya mengenakan baju yang sangat sederhana, dengan pedang, perisai dan kuda yang pendek, Rib’iy masih tetap di atas kudanya hingga menginjak ujung permadani. Kemudian dia turun serta mengikatkan kuda tersebut di sebagian bantal-bantal yang terhampar.
Setelah itu dia langsung masuk dengan senjata, baju besi, dan penutup kepalanya, maka mereka berkata, “Letakkan senjatamu!” Dia menjawab, “Aku tidak pernah berniat mendatangi kalian tetapi kalianlah yang mengundangku datang kemari, jika kalian memerlukanku maka biarkan aku masuk dalam keadaan begini. Dan jika tidak kalian izinkan aku akan segera kembali. Rustam berkata, “Biarkan dia masuk.”
Rib’iy pun datang sambil bertongkat dengan tombaknya dalam keadaan posisi ujung tombak ke bawah hingga permadani yang dilewatinya penuh dengan lubang-lubang bekas tombaknya. Mereka bertanya padanya, “Apa yang membuat kalian datang ke sini?” Dia menjawab dengan lantang, “Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan diri kepada sesama manusia agar mereka menghambakan diri hanya kepada Rabb manusia, dan mengeluarkan mereka dari dunia yang sempit menuju akhirat yang luas, dan mengeluarkan mereka dari kezhaliman agama-agama yang ada kepada keadilan Islam. Maka Dia mengutus kami membawa dakwah kami, kami akan merasa senang menerimanya dan kami akan pulang meninggalkannya, tetapi barangsiapa menolak kami akan memeranginya selama-lamanya hingga kami berhasil memperoleh apa yang dijanjikan Allah kepada kami.”
Mereka bertanya, “Apa yang dijanjikan Allah kepada kalian?” Dia menjawab, “Yaitu surga bagi siapa saja dari kami yang terbunuh dalam peperangan ini, dan kemenangan bagi yang hidup.” Maka Rustam berkata, “Aku telah mendengar seluruh perkataan kalian tetapi maukah kalian memberi kami tangguh sejenak hingga kami berpikir dan kalian juga berpikir?” Dia mengatakan, “Ya! Berapa hari kalian minta ditangguhkan? Satu atau dua hari?” Dia berkata, “Tidak, tetapi hingga kami menulis surat kepada para petinggi kami dan para pemimpin kaum kami.” Rib’iy berkata, “Rasul kami tidak pernah mengajarkan kepada kami untuk menunda peperangan setelah bertemu musuh lebih dari tiga hari, maka silahkan kalian berpikir ulang dan pilih satu pilihan jika masa penangguhan berakhir.” Mereka bertanya, “Apakah engkau pemimpin mereka?” Dia menjawab, “Tidak, tetapi seluruh muslim ibarat satu tubuh, yang paling rendah dari mereka dapat memberikan jaminan keamanan terhadap yang paling tinggi sekalipun.”
Akhirnya Rustam segera mengumpulkan para petinggi kaumnya dan berkata kepada mereka, “Pernahkah kalian melihat seseorang yang perkataannya lebih mulia dan lebih baik dari orang ini?” Mereka berkata, “Jangan sampai engkau terpengaruh dengan ucapan anjing ini dan meninggalkan agamamu, tidakkah kau lihat bagaimana pakaiannya?” Dia berkata kepada mereka, “Celakalah kalian jangan hanya melihat kepada penampilan dan bajunya, tetapi lihatlah betapa cemerlangnya perkataan pemikiran dan jalan hidupnya. Sesungguhnya orang Arab tidak pernah merasa bangga dan begitu peduli dengan pakaian dan makanan. Tetapi mereka benar-benar menjaga harga diri.”
Mengutus Hudzaifah bin Mihshan
Pada hari ketiga dari masa penangguhan mereka kembali meminta satu orang utusan kaum muslimin untuk datang. Maka Sa’ad mengutus Huzaifah bin Mihshan kepada mereka, dan dia juga berbicara sebagaimana yang telah disampaikan Rib’iy.
Kedatangan Sa’ad ke Qadisiyah
Ibnu Jarir berkata, “Muhammad bin Abdullah bin Shafwan ats-Tsaqafi telah berkata kepadaku, dia berkata, Umayyah bin Khalid telah menyampaikan kepada kami, Abu Uwanah dari Husain bin Abdurrahman juga telah berkata kepada kami. Dia berkata, Abu Wail berkata, Sa’ad datang dan berhenti di Qadisiyah bersama pasukannya, dia berkata, ‘Aku tidak tahu pasti mungkin jumlah personil kita tidak lebih dari tujuh hingga delapan ribu saja, sementara orang musyrik berjumlah 30.000 atau lebih. Mereka berkata kepada kami, ‘Kalian tidak memiliki tangan, kekuatan maupun senjata, kenapa kalian datang kemari? Kembalilah!’ Kami menjawab, ‘Kami tidak akan pulang,’ mereka tertawa melihat busur-busur kami dan berkata, ‘Duk…duk.’ mereka mengumpamakannya dengan alat pemintal.
Dia berkata, ‘Ketika kami tidak mau kembali, mereka berkata, ‘Utuslah salah seorang yang berakal dari kalian untuk datang kesini dan menerangkan kepada kami misi kalian datang ke sini.’
Al-Mughirah bin Syu’bah berkata, ‘Aku yang akan datang.’ Maka al-Mughirah segera menyeberang datang kepada mereka. Dia duduk bersama Rustam di atas dipan, maka orang-orang berteriak melihat sikapnya, sementara dia dengan tenang menjawab, ‘Sesungguhnya duduk di tempat ini tidak akan membuat derajatku lebih tinggi dan tidak pula mengurangi derajat raja kalian.’ Rustam berkata, ‘Dia benar.’
Kemudian Rustam bertanya, ‘Apa yang membuat kalian datang ke sini?’ Al-Mughirah menjawab, ‘Kami adalah kaum yang dulunya dalam keburukan dan kesesatan, maka Allah mengutus Nabi-Nya kepada kami dan menunjuki kami dengan perantaraannya dan memberikan rezeki kepada kami melalui dua tangannya. Dan di antara rezeki yang dijanjikan Allah pada kami adalah biji yang tumbuh di negeri ini, tatkala kami makan dan kami berikan keluarga kami, mereka berkata, ‘Kami tidak sabar untuk memakan lebih banyak lagi, bawalah kami ke negeri itu hingga kami dapat makan buah itu sepuasnya.’
Rustam menjawab, ‘Kalau demikian kami akan memerangi kalian.’ Al-Mughirah berkata, ‘Jika kalian memerangi kami dan kami terbunuh maka kami akan masuk surga, sebaliknya jika kami memerangi kalian dan kalian terbunuh pasti masuk neraka.’ Al-Mughirah melanjutkan, ‘Atau kalian membayar jizyah?’ Ketika mendengar tawaran jizyah mereka ribut dan berteriak, ‘Tidak ada perdamaian antara kami dan kalian,’ Al-Mughirah berkata, ‘Menyeberanglah kalian kepada kami atau kami yang akan menyeberang kepada kalian!!.’ Kaum muslimin sengaja menunda penyerangan hingga tentara Persia menyeberangi jembatan baru mereka mulai menyeberang, akhirnya mereka berhasil mengalahkan tentara Persia.
Bersambung…
Sumber: www.kisahmuslim.com