Memilih calon istri bagian 2

========================
Ketiga: Bersabar dan Tidak Bersedih
========================

Dari Ibnu Mas’ud radliallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ

“Bukan dari golongan kami siapa yang menampar-nampar pipi, merobek-robek baju dan menyeru dengan seruan jahiliyyah (meratap) “. [HR. Al-Bukhari 1298 kitab ak-janaa-iz, Muslim 103 kitab al-Iimaan, dan yang lainnya]


Dalam kitab ash-shahiihain, dari abu musa al-Asy’ari, ia berkata: “Abu Musa sakit keras, lalu dia pingsan dan kepalanya berada dipangkuan salah seorang istrinya, maka istrinya berteriak dan Abu Musa tidak mampu mencegahnya sedikitpun. Ketika siuman, dia berkata: ‘Aku berlepas diri dari orang yang Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam berlepas diri darinya. Sebab, Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam berlepas diri dari shaliqah, haliqah, dan syaqqah.” [HR. Bukhari, Fat-hul Baari III/165, Muslim no. 104 kitab al-janaa-iz, dan yang lainnya]


Shaaliqah : wanita yang mengeraskan suaranya dan meraung-raung ketika mendapatkan musibah.
Haaliqah : wanita yang menggunting rambutnya ketika mendapat musibah.
Syaaqqah : wanita yang merobek bajunya ketika mendapat musibah.

عَنْ امْرَأَةٍ مِنَ الْمُبَايِعَاتِ قَالَتْ كَانَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَعْرُوفِ الَّذِي أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ لَا نَعْصِيَهُ فِيهِ أَنْ لَا نَخْمُشَ وَجْهًا وَلَا نَدْعُوَ وَيْلًا وَلَا نَشُقَّ جَيْبًا وَأَنْ لَا نَنْشُرَ شَعَرًا

Dari seorang wanita yang turut memba’at Rasulullah, ia mengatakan : “Diantara isi janji yang diambil oleh Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam
atas kami di dalam kebaikan yang mana kami tidak boleh melanggarnya ialah: ‘Kami tidak boleh mencakar-cakar wajah, tidak boleh mengutuk, tidak boleh merobek-robek baju, dan tidak boleh mengacak-acak rambut.” [HR. Abu Dawud (3131) kitab al-janaa-iz dan dishahihkan syaikh al-Albani dalam Ahkaamul janaa-iz (hal 30)]

Muslim meriwayatkan dalam shahihnya dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia menuturkan: “Ketika Abu Salamah meninggal, aku mengatakan: ‘Ia asing dan di bumi asing.’ Sungguh aku akan menangisinya dengan tangisan yang akan terus dibicarakan orang. Aku telah siap untuk menangisinya. Tiba-tiba datang seorang wanita dari dataran tinggi bermaksud menyertaiku (dalam tangisan). Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam menghadangnya seraya bertanya: ‘Apakah engkau ingin memasukkan syaitan ke dalam rumah yuang telah Allah bebaskan darinya?’ Diucapkannya dua kali. Lalu aku menahan tangisan, sehingga aku tidak menangis.” [HR. Muslim no.922) kitab al-janaa-iz, Ahmad (no.25933)]

=========================
Keempat: Dia tidak Meremehkan Dosa
=========================

‘Janganlah kalian meremehkan dosa-dosa kecil, seperti kaum yang berada di perut lembah lalu masing-masing orang membawa sepotong kayu sehingga dapat menanak roti mereka. Sesungguhnya dosa-dosa kecil itu pelakunya dihukum, maka dosa-dosa tersebut akan mencelakakannya.’ [HR. Ahmad no. 22302]

عَنْ أَنَسٍ – رضى الله عنه – قَالَ إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ أَعْمَالاً هِىَ أَدَقُّ فِى أَعْيُنِكُمْ مِنَ الشَّعَرِ ، إِنْ كُنَّا نَعُدُّهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُوبِقَاتِ

Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya kalian benar-benar melakukan perbuatan-perbuatan yang di mata kalian lebih tipis daripada rambut, tetapi kami di zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menganggapnya sebagai dosa-dosa yang membinasakan”. [HR. Bukhari]

===================
Kelima: Dia Berakhlak Mulia
===================

Inilah wanita yang senantiasa mempergauli suaminya dengan akhlak yang mulia.

Ibnu Ja’dabah berkata: “Di tengah kaum Quraisy ada seorang pria yang berakhlak buruk. Tetapi tangannya suka berderma, dan dia orang yang berharta. Bila dia menikahi wanita, dipastikan dia akan menceraikannya karena akhlaknya yang buruk dan kurangnya ketabahan istrinya. Kemudian dia meminang seorang wanita Quraisy yang berkedudukan mulia. Ia telah mendapatkan kabar tentang keburukan akhlaknya.

Ketika mahar diputuskan di antara keduanya, pria ini berkata: ‘Wahai wanita, seusungguhnya pada diriku terdapat akhlak yang buruk dan itu tergantung pada ketabahan, jika engkau bersabar terhadapku (maka kita lanjutkan pernikahan ini), namun jika tidak, maka aku tidak ingin mempedayamu terhadaku.’

Wanita ini mengatakan: ‘Sesungguhnya orang yang akhlaknya lebih buruk darimu ialah orang yang membawamu kepada akhlak yang buruk.’ Akhirnya wanita ini menikah dengannya, dan tidak pernah terjadi di antara keduanya kata-kata (cerai) hingga kematian memisahkan di antara keduanya.” [Ahkaamun Nisaa’, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (hal. 82)]

Dinukil dari Kitab ‘Isyratun Nisaa’ minal alif ilal yaa’ [versi Indonesia : Pandukan Nikah dari A-Z] dengan beberapa tambahan dalil-dalil.

copas dari akhy Abu Sahlan.

Tinggalkan komentar