Hitler: Bapak Nazi, dari Seniman menjadi Diktator

 

Hitler: dari Seniman menjadi Diktator


Perang Dunia 2 (disingkat PD2) sebagai konflik perang terbesar sepanjang era modern dengan jumlah korban diduga mencapai 50-80 juta jiwa. Sungguh tragedi yang mengerikan. Rasanya ga kehitung film Hollywood, video game, novel, komik, anime, dan lain-lain… yang mengangkat tema PD2 sebagai latar belakang ceritanya. Dimulai dari kisah serangan Pearl Harbor oleh Jepang, ambisi Hitler untuk menguasai dunia, pembantaian kaum Yahudi (holocaust) di kamp konsentrasi oleh tentara Nazipenyerbuan D-Day di Normandy, sampai kejeniusan intel Inggris dalam membongkar sandi rahasia NaziWah banyak banget deh kisah dibalik PD2!

Oke, dari sekian banyak kisah yang bisa diangkat dari PD2, ada satu nama yang sering banget berkali-kali muncul dalam penggalan kisah PD2. Yak, siapa lagi kalau bukan sang “antagonis” yaitu Adolf Hitler yang dianggap sebagai mastermind sekaligus biang kerok dibalik pecahnya PD2. Nama Adolf Hitler mungkin udah ga asing lagi di telinga lo, figurnya selama ini dianggap sebagai manifestasi dari segala hal yang buruk, sosok yang kejam, maniak, gila kekuasaan, & rasis adalah atribut-atribut yang melekat pada tokoh Adolf Hitler.

Tapi di balik semua hal itu, pernah ga sih lo penasaran kenapa Hitler yang keturunan Austria justru menjadi nasionalis Jerman? Apakah lo tau bahwa profesi pertama Hitler adalah sebagai seorang seniman jalanan yang tinggal di barak penampungan gelandangan? Bagaimana mungkin sosok seniman pelukis jalanan seperti Hitler, bisa sampai menjadi pemimpin partai Nazi, kanselir sekaligus perdana menteri Jerman? Bagaimana mungkin seorang yang pernah dipenjara karena melakukan perbuatan makar (memberontak pada negara) bisa punya karier politik yang gemilang hingga menjadi orang paling berkuasa di Jerman? Bagaimana mungkin sosok seperti Hitler yang dikenal ‘jahat’ itu bisa mendapat dukungan kuat dari jutaan rakyat Jerman? Mengapa di tengah puncak kekuasaannya, dia begitu berambisi memulai peperangan dengan negara lain? Apa sebetulnya yang ada dibalik ideologi & tujuan Hitler?

Nah, pada tulisan kali ini, gua akan secara khusus mengupas kisah hidup tokoh yang paling kontroversial dalam sejarah dunia abad 20. Sekaligus menjadi pengantar untuk memahami sejarah konflik dalam PD2. Bagi lo yang tertarik dengan cerita sejarah perang, khususnya sosok Hitler, pastikan lo sediakan waktu khusus untuk baca kisahnya di bawah ini:

Hitler: dari Seniman menjadi Diktator 26

Masa Kecil & Remaja (1889-1907)

Hitler lahir di kota Braunau dekat sungai Inn di Austria (BUKAN DI JERMAN) tanggal 20 April 1889. Ayahnya, Alois Hitler, adalah seorang pegawai bea-cukai, seorang PNS Austria, dengan penghasilan dan posisi lumayan. Ibunya, Klara Pölzl, adalah sepupu ayahnya yang lebih muda 24 tahun.

Hitler semasa kecil adalah anak yang pandai dan relijius[1], nilai akademis Hitler sangat tinggi, mendekati sempurna. Dia juga sempat ingin menjadi biarawan pastur. Namun semua itu berubah ketika adik kandungnya meninggal di tahun 1900. Sejak adiknya meninggal, nilai akademisnya jeblok dan cenderung menjauhi agama. Di balik turning point-nya itu, Hitler muda adalah seorang remaja yang bersemangat, berjiwa nasionalis, dan memiliki cita-cita seperti banyak remaja lainnya, yaitu penguasa dunia seorang seniman, tepatnya seorang pelukis!

Tidak terlalu banyak catatan masa kecil Hitler yang kita ketahui, tapi beberapa di antaranya berasal dari August Kubizek, sahabat masa kecil Hitler yang menerbitkan buku The Young Hitler I Knew (1955). Catatan lain juga kita dapat dari guru bahasa Jerman dan Perancis Hitler semasa sekolah yang menyatakan Hitler adalah anak yang berbakat, sayangnya dia tidak sabar, tidak bisa mengendalikan diri, suka melawan, tidak bisa diatur, tapi suka mengatur, tidak mau menaati peraturan sekolah, dan malas belajar. Kondisi ini terus berkelanjutan hingga Hitler tamat SMA tapi tidak mengambil ujian kelulusan bernama ‘Abitur‘. Jadi di Jerman & Austria, ada istilah ‘tamat SMA’ dan ‘lulus SMA’. Status kelulusan hanya didapatkan oleh mereka yang lulus ujian Abitur, sementara Hitler dinyatakan ‘tamat SMA’ tapi tidak ‘lulus SMA’.

 

Hitler sang Seniman (1907-1913)

Tamat dari SMA, Hitler pindah ke Kota Wina di Austria bersama dengan Kubizek demi memenuhi mimpi lama mereka, menjadi seniman terkenal! Pada saat inilah, Hitler menyesali sikapnya semasa sekolah yang malas belajar. Kubizek dengan mudah bisa memasuki akademi musik Wina, sementara Hitler sebaliknya, ditolak oleh Akademisi Seni Wina. Para Professor Akademisi Seni di Wina, memberi pesan pada Hitler yang intinya adalah “Nak, bakatmu bukan pada bidang seni, melainkan dalam bidang arsitektur!”. Masalahnya, Hitler membutuhkan ‘Abitur’ untuk mendaftarkan diri ke akademi jurusan arsitektur. Pada saat inilah dia menyesal dengan kemalasannya selama masa sekolah.

Kekecewaan karena gagal melanjutkan sekolah seni dan tidak bisa masuk arsitektur, ditambah dengan meninggalnya sang Ibunda yang ia cintai tahun 1908, ia mulai marah dengan lingkungan sekitarnya. Kemarahan itu semakin terbawa oleh nuansa Kota Wina yang terkenal panas dengan sentimental terhadap ras Yahudi (anti-semitism) yang memang telah lama berhembus sejak abad pertengahan. Apa alasan membenci Yahudi? Macem-macem, salah satunya adalah stereotip yang melekat di masayarakat Eropa bahwa orang Yahudi itu licik, serakah, hidup ekslusif dan berkelompok, dan lain-lain. Belum lagi sentimental yang didasari oleh pergesekan dengan perkembangan agama Kristen di Eropa. Selain itu, kebencian terhadap Yahudi juga bisa dilihat dari perspektif nasionalis, dimana ancaman pemberontakan di Eropa pada masa itu terpusat pada faham komunisme yang mana, banyak digerakan serta dipimpin oleh orang-orang Yahudi. Menurut Kubizek, pada saat inilah pertama kalinya Hitler menumbuhkan rasa benci terhadap kaum Yahudi. November 1908, Hitler yang marah, kecewa, dan malu pada dirinya sendiri dan pada teman baiknya memutuskan menghilang. Hitler dan Kubizek yang berteman baik ini baru bertemu lagi 30 tahun kemudian.

lukisan-adolf-hitler
Beberapa lukisan karya Adolf Hitler

Setelah menghilang, Hitler hidup luntang-lantung. Dia sempat hidup di barak penampungan gelandangan sambil mencari uang dengan menjadi seniman jalanan, menjadi pelukis kartu pos. Pelan-pelan, keberuntungannya berubah. Desember 1910, Hitler menerima uang warisan dari tantenya. Setelah menerima warisan ini, hidupnya membaik. Dia mulai mendapatkan pekerjaan di perusahaan iklan sampai akhirnya pada Mei 1913 dia memutuskan untuk pindah ke kota München, Jerman. Di München, karya-karya seni Hitler mulai dihargai, dia mendapatkan penghasilan yang tinggi walau hanya menjadi seniman jalanan, penghasilannya bahkan melebihi penghasilan seorang pegawai bank. Dalam fase hidup ini, kehidupan Hitler bisa dibilang cukup nyaman di Munchen, Jerman. Mungkin pada fase kehidupan ini, Hitler mulai mencintai negara Jerman yang mengubah nasibnya. Rasa nasionalisme itu pun mulai tumbuh.

 

Hitler sang Kurir Tentara Jerman (1914-1919)

Kehidupan Hitler sang seniman lukis berubah total ketika Perang Dunia 1 pecah pada tahun 1914. Sebagaimana yang udah pernah gua bahas di artikel Asal Mula Penyebab Perang Dunia 1, Jerman yang bergabung dengan Austria dan Italia, dengan segera menjalankan gerakan darurat militer Schlieffen Plan, untuk menyerang Perancis, kemudian Rusia. Dalam kondisi perang, Hitler yang sejak awal memang punya rasa nasionalisme yang tinggi langsung mendaftarkan diri menjadi tentara Jerman.

Selama perang dunia 1, Hitler muda yang tidak memiliki pengalaman militer apapun, ditugaskan sebagai kurir informasi maupun barang. Seorang kurir tentu tidak ikut baku tembak, justru mereka yang DITEMBAKI. Tanpa ada yang menduga, rasa nasionalisme Hitler membuat keberanian di medan perang cukup mencolok. Hitler sendiri amat puas dengan tugas dan tanggung jawabnya. Kendati demikian, karir militernya hanya mentok di pangkat paling rendah, yaitu Kopral.

Dari catatan teman-teman seperjuangannya ketika perang, sifat Hitler sebagai prajurit dipandang agak “ganjil”. Ketika para tentara umumnya merindukan rumah, membicarakan gebetan/pacar/istri yang ditinggalkan, dan sedikit banyak takut mati karena perang, Hitler tak pernah menerima surat dari rumah, tak pernah membicarakan wanita, dan tidak mengeluh sama sekali saat pasukan mereka mengalami kesukaran dalam perang. Buat Hitler, kedisiplinan, kebersamaan, dan sensasi seru yang didapat saat berperang jauh lebih menantang daripada hidupnya di München yang biarpun nyaman tapinya membosankan. Setiap kali dia dikirim pulang karena terluka, dia selalu GEMAS ingin kembali ke medan perang.

Hitler: dari Seniman menjadi Diktator 27
Adolf Hitler (Bawah kedua dari kiri) bersama para kawan-kawan tentara seperjuangannya pada Perang Dunia 1

Kendati berani nekat dalam perang, seorang Hitler hanyalah seorang kurir dalam medan tempur dengan modal keberanian. Oktober 1918, Hitler cedera cukup serius oleh serangan gas, sampai mengalami buta sementara. Dia dikirim ke Rumah Sakit, dan tetap di ranjang saat Jerman akhirnya menyerah pada PD1. Tentara gabungan Amerika-Inggris-Perancis akhirnya berhasil menaklukan Jerman, Austria-Hongaria, dan Ottoman pada PD1. Negara-negara sekutu Jerman seperti Austria-Hongaria runtuh kekaisarannya, kesultanan Ottoman yang kokoh akhirnya harus rela daerah kekuasaannya dicincang oleh sekutu. Jerman sendiri wajib menyerahkan semua kapal perang & kapal dagang mereka. Selain itu, Jerman juga wajib membayar ganti rugi kerugian perang yang mencekik perekonomian mereka selama bertahun-tahun. Belum lagi, sektor militer Jerman betul-betul dikebiri alias dilemahkan agar tidak lagi jadi ancaman keamanan negara-negara lain di Eropa.

Jerman akhirnya dikucilkan oleh para pemenang perang adalah negeri yang dipenuhi orang yang marah, orang yang kecewa, orang yang benci kepada semua negara lain, tidak terkecuali seorang Adolf Hitler yang menyimpan dendam, sambil seolah tidak percaya:

“Bagaimana mungkin kekuatan militer Jerman yang begitu kuat bisa kalah melawan negara lain? Ini tidak mungkin, sama sekali tidak bisa dipercaya!” [2]

Masyarakat Jerman yang kini tercekik kesulitan ekonomi, sekaligus masih belum bisa menerima kenyataan karena kalah perang, adalah masyarakat yang sangat rentan dengan hasutan, fitnah, propaganda, dan provokator. Dalam kondisi mental masyarakat seperti itu, pihak militer Jerman justru menyuarakan pesan propaganda pada masyarakat  “Dolchstoßlegende” yaitu propaganda bahwa Jerman dikhianati oleh para kalangan elit politikus sehingga menyebabkan Jerman terpaksa harus menyerah kalah.

dolchstoss_legende
Poster propaganda yang menyebarkan isu kekalahan Jerman diakibatkan konspirasi elit politik

Dalam kondisi seperti itu, masalah baru datang silih berganti menimpa negara Jerman. Kalau sebelumnya masalah muncul dari pihak eksternal (kalah perang dengan sekutu), kali ini masalah baru muncul dari dalam negeri sendiri. Pada awal 1919, terjadi huru-hara pemberontakan dari kaum komunis yang ingin melakukan revolusi. Tentara Jerman yang masih ‘pincang’ sempat kesulitan dalam menjaga status quo dari upaya revolusi. Pada akhirnya, walaupun upaya pemberontakan komunis berhasil dihentikan, namun pemerintah mencurigai banyak lapisan masyarakat Jerman yang diam-diam pro dengan gagasan komunis, termasuk dari kalangan para tentara veteran Jerman sendiri.

Menanggapi pemberontakan komunis ini, pemerintah Jerman melakukan “Penataran” di bulan Juni dan Juli 1919. Pada saat penataran itulah, beberapa orang mendapat kesempatan berbicara termasuk Hitler. Hitler yang mendapatkan kesempatan berbicara langsung menumpahkan rasa unek-uneknya. Hitler yang nasionalis, merasa harga diri Jerman telah diinjak-injak oleh musuh perang maupun paham komunis di negaranya sendiri. Larut dalam emosi, tanpa disadari Hitler telah mempertunjukkan sebuah orasi/pidato yang sungguh luar biasa menggugah dan memukau para pendengarnya! Inilah sebuah kemampuan tersembunyi yang mungkin selama ini tidak pernah dia sadari, kemampuan Hitler dalam berorasi/berpidato memang sangat luar biasa, dia mampu menggugah sisi emosional para pendengar, mampu membakar semangat, sekaligus menggelitik perasaan sentimentil kebangsaan dan nasionalisme dari setiap orang yang mendengar.

Mungkin lo ada yang penasaran dengan apa isi orasinya Hitler pada saat itu, percaya atau nggak, inti dari orasinya adalah seruan penolakan terhadap kaum Yahudi yang ia percaya sebagai biang kerok pemberontakan komunis. Memang pada kenyataannya, banyak tokoh pemimpin gerakan komunis pada saat itu berketurunan Yahudi. Orasi Hitler ternyata mendapat respond positif dari para pendengarnya. Banyak orang terkesan, termasuk salah satu petinggi kaum inteligent militer pemerintah yang akhirnya meminta Hitler untuk menjadi intel/informan pemerintah & menyusup ke dalam salah satu partai politik baru yang dianggap membahayakan pemerintahan status quo Jerman, yaitu Deutsche Arbeiter Parteidisingkat menjadi DAP. Inilah awal mula karier politik Hitler, menjadi intel mata-mata partai DAP. Dari sinilah, pemikiran dan ambisi Hitler untuk negara Jerman terbentuk.

 

Hitler & Politik: Masa-masa Awal (1919-1923)

Sedikit latar belakang budaya Jerman dulu nih sebelum kita lanjut. Orang-orang Jerman itu paling suka ngumpul di aula raksasa yang dipenuhi meja dan kursi panjang. Sambil ngumpul, mereka minum bir. “Gak ada bir gak rame” kalo kata mereka, makanya tempat ngumpul itu disebut “Bierhalle” atau “aula bir”. Karena aula ini menjadi tempatnya ngumpul, otomatis ini jadi tempat paling cocok buat orasi politik. Di tahun 1919, ketika rakyat Jerman masih marah karena kekalahan Jerman dalam PD1. Partai DAP mengadakan pertemuan rutin di salah satu Bierhalle ini di kota München. Sebagai intel yang ditugaskan, Hitler mengunjungi pertemuan tersebut untuk membuat laporan dari isi pertemuan tersebut.

anton_drexler
Anton Drexler, pendiri partai DAP yang kelak berubah nama menjadi NAZI

Konyolnya, ketika ada perdebatan antar anggota partai DAP tentang “Negara bagian Bayern sebaiknya memisahkan diri dari Jerman dan bergabung dengan Austria”. Hitler yang berjiwa nasionalis langsung murka mendengar argumen ini dan membantahnya dengan berapi-api. Lagi-lagi, kepiawaian Hitler dalam berorasi membuat banyak orang terkesan, termasuk Pendiri partai DAP, yaitu Anton Drexler yang secara langsung mengundang Hitler bergabung dengan DAP. Mengingat hal ini bisa menjadi langkah strategis akan tugasnya sebagai intel, Hitler langsung merespon positif ajakan tersebut. Awal Oktober 1919, Hitler menjadi anggota partai DAP nomor 55.

Begitu bergabung, tidak butuh lama bagi Hitler untuk menjadi magnet utama bagi para calon pengikut baru partai DAP. Ironisnya, hal itu justru membuat Hitler sempat dimusuhi oleh para seniornya. Hitler tidak gentar oleh tekanan senior, malah semakin vokal dan menunjukan keahliannya menjaring banyak anggota baru. Hanya dalam waktu 2 bulan, Hitler berhasil menambah anggota DAP dari hanya 50an anggota menjadi lebih dari 200 orang. Dalam sekejap, Hitler kini menjadi orang nomor 2 di DAP, cuma kalah dari Drexler sang pendiri.

Seiring dengan awal karir politik Hitler dalam partai baru bernama DAP itu, kekacauan politik terus menyerang Negara Jerman. Upaya pemberontakan/kudeta terus mengguncang. Pada saat itulah atasan Hitler dari dinas intelijen militer mulai khawatir para anak buahnya malah ikut hanyut dalam aktivitas partai, bukan sebagai intel yang berpihak pada pemerintah status quo. Kekhawatiran dinas intelijen Jerman ternyata terbukti benar, Hitler semakin lama justru semakin larut untuk membangun gagasan-gagasan politiknya dalam partai DAP dan sudah betul-betul tidak menghiraukan tugas sebagai intel dari pemerintah.

“Ah bodo amat sama tugas gua sebagai intel pemerintah, ternyata partai yang dikatakan berbahaya inilah justru yang memahami masalah Jerman sesungguhnya! Ini nih partai yang sepemikiran sama gua! Pokoknya gua harus bikin partai ini berkembang & berpengaruh!”

Maret 1920, Hitler resmi keluar dari tugasnya sebagai intel militer. Sementara Partai DAP sendiri berkembang pesat menjadi ribuan anggota dibawah kepemimpinan Hitler yang sangat karismatik. Partai itu mengganti namanya menjadi Nationalsozialistische Deutsche Arbeiter Parteidisingkat menjadi NSDAP. Namun, lambat laun singkatan itu saja masih terasa panjang dan tidak praktis, lama-lama banyak orang menyingkatnya lagi menjadi NAZI 

Pengaruh karisma Hitler membuat karir politiknya di dalam partai Nazi meroket. Tahun 1921, Hitler berhasil mendepak Anton Drexler sang pendiri DAP, dari kursi ketua umum dan menggantikannya menjadi ketua umum partai Nazi. Di samping itu Hitler juga berhasil mendapatkan dukungan kekuatan militer dari Jendral Besar Erich von Ludendorff yang anti-komunis. Dari sisi keuangan, Hitler juga berhasil membujuk kaum bangsawan Jerman untuk menyumbang pada partai Nazi demi melawan faham komunis yang menjadi ancaman bagi kalangan elit bangsawan di Eropa. Wah, makin kuat aja nih partai Nazi di bawah kepemimpinan Hitler.

 

Upaya Pemberontakan Hitler (1923)

Melihat perkembangan partai sedemikian pesat, Hitler mulai memikirkan sebuah ide radikal untuk melakukan pemberontakan dengan strategi Putsch (kudeta), yaitu agresi militer cepat untuk sesegera mungkin menggulingkan pemerintahan. Dalam upayanya ini, Hitler meminta bantuan orang-orang berpengaruh yang bersimpati dengan cita-cita partai Nazi, yaitu von Kahr (gubernur Bayern), von Seisser (Kapolda Bayern), dan von Lossow (Pangdam Bayern). Bisa disebut “trio von”. Ketiganya simpatik terhadap gerakan Nazi, namun belum sampai pada tahap mau terang-terangan melawan pemerintah pusat di Berlin.

Hitler Putsch (8.-9.11.1923). - Stoßtrupp Hitlers verhaftet sozialistische Stadträte
tentara awal partai Nazi dalam upaya kudeta – Bierhall Putsch (1923)

Merasa mendapat dukungan dari orang-orang berpengaruh, Hitler yang tak sabar akhirnya memulai gerakan (Putsch) dengan sembrono tanpa perencanaan yang matang pada tanggal 8 November 1923. Akibatnya, upaya Putsch ini gagal total. Ketika Putsch dimulai, “trio von” sedang berada di Bierhall Kota Munchen untuk bersenang-senang. Ludendorff sang Jendral besar pendukung Hitler saja saja datang bergabung bukannya dengan seragam militer keren yg dipenuhi medali yg menunjukkan kepahlawanan dia, tapi dengan CELANA PENDEK dan BAJU SANTAI karena dia sebetulnya hendak pergi berburu dan baru tahu soal Putsch ini detik-detik terakhir! Konyol banget kan!?

Hasilnya mungkin bisa lo bayangkan sendiri, pemberontakan yang prematur ini gagal total. Trio von menolak bekerja sama dengan Hitler dan Ludendorff & malah berbalik memihak pemerintah pusat. Di pusat kota München, polisi bersenjata lengkap menghadang mereka, dan memerintahkan mereka untuk bubar. Hitler dan rombongannya ngotot, dan merekapun ditembaki oleh polisi, dan terpaksa bubar.  Petinggi-petinggi top Nazi banyak yang tertangkap, termasuk Hitler sendiri.

 

Hitler Dalam Penjara (1924)

Hitler dan komplotannya langsung didakwa pasal makar, pemberontakan terhadap negara. Febuari 1924, Hitler diadili. Umumnya seorang pemberontak berakhir di tiang gantungan. Namun, pemerintah pusat membuat satu kesalahan: mereka membiarkan pers, bahkan pers asing, meliput pengadilan itu.

Sekali lagi, keajaiban orasi Hitler terjadi. Dia langsung menggunakan proses pengadilan itu sebagai panggung untuk mengiklankan dirinya, gagasannya, dan partainya ke seluruh Jerman, bahkan seluruh dunia. Ketika pengadilan berakhir, bahkan hakim-hakim yang memimpin sidang tersebut menjadi simpatik pada Hitler! Pada akhirnya, hakim cuma menghukum Hitler 5 tahun penjara dan denda 500 Mark. Sementara Jendral besar Erich Ludendorff malah tak dihukum apapun! Dia menyatakan dia “cuma kebetulan” berada di Bürgerbräukeller selama Putsch berlangsung, jaksa dan hakim percaya-percaya saja.

hitler-penjara
Adolf Hitler dalam penjara

Setelah proses persidangan yang menghebohkan itu, popularitas Hitler langsung meroket. Semua orang di Jerman tau tentang keberanian seorang anak muda yang ingin menggugat negaranya yang memble dan tidak punya harga diri lagi. Semasa di penjara, Hitler hidup nyaman karena semua sipir sudah simpatik padanya. Lagi-lagi kharismanya yang selangit itu mampu membius para sipir.

Dengan kenyamanan itu, Hitler dan wakilnya Rudolf Hess, menggunakan kesempatan ini untuk menulis buku yang belakangan menjadi kitab sucinya partai Nazi dalam PD2, yaitu: Mein Kampf  (Perjuangan/Pertarunganku). Buku itu adalah ringkasan semua cita-cita politik Hitler. Salah satunya adalah ambisinya untuk merebut Rusia dan menjadikannya koloni Jerman. Dalam buku itu dia juga menulis bahwa ras kulit putih (Arya) adalah ras yang ditakdirkan untuk menguasai dunia, dilengkapi dengan kebencian terhadap faham komunis dan Yahudi. Gagasan Hitler dalam buku inilah yang merefleksi haluan politik Hitler yang dikenal sebagai fasisme. Buku ini jugalah yang nantinya akan membuat Hitler menjadi seorang milyuner!

Selama di penjara juga Hitler merenung, menganalisa seluruh karir politiknya. Dia menarik kesimpulan: Putsch tidak akan berhasil di negeri Jerman yang rakyatnya kaku, taat pada hukum dan peraturan. Cuma ada 1 jalan untuk mendapatkan kekuasaan di Jerman, yaitu lewat jalan yang sah di mata hukum, alias melalui pemilu yang legal. Namun dibalik jeruji penjara, dia tak rela jika Nazi berhasil merebut kekuasaan tanpa kehadiran dia. Oleh karena itulah, Hitler yang saat itu sudah menjadi magnet bagi banyak orang malah bersikap pasif dan tidak memberikan dukungan pada partai Nazi.

 

Hitler & Politik: Kebangkitan Nazi (1925-1933)

Maret 1925, ternyata Hitler dibebaskan dengan masa hukuman hanya 1 tahun! Sementara Ludendorff bersama partai Nazi (sesuai rencana Hitler) kalah telak dalam pemilu. Dengan alasan kegagalan partai dalam pemilu, Hitler mendepak Ludendorff keluar dari partai Nazi dan mengambil alih posisi ketua umum. Pada tahun ketika Hitler keluar dari penjara itu, situasi politik sendiri baik untuk Jerman. Semua kekacauan politik akhirnya mereda.

Jerman yang stabil dan aman membuat partai Nazi yang radikal makin sepi. Pengikut-pengikutnya mulai meragukan Hitler. Namun Hitler tetap meyakinkan para pengikutnya bahwa kemakmuran ini hanyalah semu, hanya sementara. Kondisi kestabilan politik ini sempat membuat partai Nazi kalah telak dalam pemilu Mei 1928. Untungnya, para pengikut Hitler masih tetap setia, dan bersabar menunggu kesempatan mengambil hati rakyat untuk memenangkan pemilu.

Kesempatan itu muncul di antara 1928 – 1930 saat terjadi krisis ekonomi dunia yang sangat parah, yang lebih dikenal dengan sebutan the Great Depression. Dalam kondisi ekonomi yang parah, partai-partai politik di Jerman berpikir keras untuk menawarkan solusi kebijakan ekonomi kepada rakyatnya. Akibatnya, parpol-parpol tersebut mulai terpolarisasi ke 2 poros kebijakan ekonomi yang bertolak belakang, sebagian ke arah kiri (komunis) sebagian ke arah kanan (nasionalis dan agama).

great-depression-germany
antrian panjang para pengangguran yang ingin mencari pekerjaan di Hannover, Jerman (1930)

Partai Nazi yang berhaluan ekstrem kanan (nasionalis) mengambil kesempatan ini untuk terus melancarkan kritik ke segala arah, baik pada pemerintah pusat, maupun lawan politiknya dari pihak komunis. Puncaknya adalah Maret 1930, ketika kabinet Jerman gagal merancang APBN, yang diwarnai dengan praktek transaksi bagi-bagi kekuasaan (politik dagang sapi, Kuhhandel). Kepercayaan rakyat terhadap pemerintah terus menurun. Tentu saja Hitler mengambil keuntungan dari situasi ini:

“Lihat tuh, demokrasi bobrok cuma menghasilkan ribut-ribut, ga ada ujungnya! Demokrasi itu cuma sistem politik yang korup. Lihat kehebatan Jerman di masa lampau! Partai Nazi bercita-cita untuk mengembalikan martabat dan harga diri negara! Menjadikan Jerman jaya kembali seperti sebelum kalah perang melawan sekutu” [3]

… semua slogan politik tersebut tentu saja ditutup dengan “Pilih Partai Nazi”, supaya kita bisa menghancurkan sistem demokrasi yang busuk ini dan mengembalikan kejayaan Jerman!

Bagi banyak kalangan sejarahwan, ada satu hal yang konyol dalam kampanye politik Hitler. Apaan tuh? Percaya atau nggak, Hitler tidak pernah mengkampanyekan “strategi ekonomi” untuk membetulkan krisis ekonomi. Dia tidak menawarkan solusi praktis, menjanjikan kebijakan tertentu, atau gagasan-gagasan konkrit dalam pidatonya. Hitler tahu betul bahwa akan jauh lebih mudah, jauh lebih efektif berpidato yang menggugah emosi para pendengarnya. Tentang bagaimana rendahnya mental rakyat Jerman saat ini yang dihantui rasa takut & putus asa akibat krisis ekonomi, dan lain-lain. Kemudian Hitler juga menawarkan harapan, romantisme masa lalu, mengembalikan kejayaan Jerman, menjadi negara yang ditakuti dan disegani negara-negara lain, dan hal-hal emosional lainnya… yang jelas bukan gagasan-gagasan yang rasional dan intelektual!

Rakyat Jerman yang sedang kesal, frustasi, dan marah karena krisis ekonomi, akhirnya terbuai dengan janji dan harapan pada sosok Hitler & partai Nazi. Ketika pemilu diadakan di bulan September 1930, partai Nazi meningkatkan kursi DPR-nya dari 12 menjadi 107 dari 577 kursi. Partai Nazi menjadi juara 2, cuma kalah dari partai Sozialdemokratische Partei Deutschlands (Sosial Demokrat) disingkat SPD yg mendapatkan 143 kursi. Walaupun jumlah kursi di parlemen meningkat drastis, tapi tetap saja Nazi belum menjadi penguasa nomor wahid di Jerman. Heinrich Brüning dipilih oleh perwakilan seluruh partai untuk menjadi Perdana Menteri. Krisis ekonomi terus berlanjut. Kekuasaan Nazi sudah cukup kuat tapi masih ‘tanggung’, tinggal sedikit lagi, Nazi bisa menguasai seluruh Jerman.

fall-of-berlin
Illustrasi para pendukung partai Nazi

Hitler sendiri kemudian menimbang-nimbang, apakah dia harus mengambil alih negara dengan membuat Nazi menjadi partai mayoritas mutlak, ataukah dia harus mencoba membuat revolusi dengan kekuatan yang lebih besar seperti tahun 1923? Akhirnya Hitler memutuskan untuk mengambil jalan ketiga, yaitu dengan mengambil jalan non-kooperatif! Caranya gimana? Dengan cara menyabotase suara bulat di parlemen!

Akhirnya apa yang terjadi? Timbul kekacauan di badan legislatif Jerman. Setiap kali parlemen menggodok kebijakan baru, apapun isinya, Hitler memerintahkan seluruh anggota partainya Walk-Out setiap kali ada voting. Sesuai dengan peraturan, dengan jumlah kursi yang cukup banyak, tindakan walk-out tersebut membuat parlemen betul-betul lumpuh karena tidak mampu membuat kebijakan apapun! Pemerintah PM Brüning sebagai eksekutif kini tak bisa berbuat apa-apa karena tersandera oleh sisi legislatif.

Maret 1932, diadakanlah pemilu presiden. Hitler mendapat suara cukup tinggi, tetapi masih tetap kalah dari Paul von Hindenburg. Begitu jadi presiden lagi, Hindenburg memberikan posisi PM kepada Franz von Papen. Masalahnya, Papen ini tak punya partai, sehingga si Perdana Menteri baru ini tidak didukung oleh parlemen sama sekali. Hindenburg terpaksa melaksanakan pemilu dini Juli 1932. Kali ini, partai Nazi jauh lebih siap!

Keadaan memanas, pemilu dihiasi dengan banyak insiden bentrokan fisik antara satgas partai Nazi (SA) dengan lawan politiknya dari faham komunis. Bentrokan ini bukan cuma perkelahian biasa antar pendukung partai saja, lebih dari 100 orang terbunuh dalam berbagai insiden! Pada pemilu kali ini, partai Nazi menang telak, mereka berhasil merebut 230 kursi, sementara jumlah suara partai juara bertahan SPD jeblok, cuma mendapat 133 kursi. Semua partai lain panik, dan menolak bekerja sama dengan partai radikal ini! Karena belum memiliki mayoritas mutlak (50% + 1) Hitler belum mendapatkan apa yang dia mau. NYARIS tapi belum. Kali ini sasaran Hitler selanjutnya mudah ditebak, yaitu von Papen sang Perdana Menteri.

Pada akhirnya von Papen sang PM dikeroyok oleh Nazi maupun kubu komunis. Serangan telah terakhir dijatuhkan oleh Jendral von Schleicher, selaku menteri pertahanan, yang menyatakan Hindenburg terlalu sembrono karena menunjuk Perdana Menteri (eksekutif) berkuasa tanpa ada dukungan dari parlemen (legislatif) sama sekali. Hindenburg yang didesak oleh kalangan militer tidak punya pilihan lain, dia akhirnya setuju memecat von Papen, namun bukannya mengangkat Hitler, tapi malah mengangkat von Schleicher menjadi Perdana Menteri baru.

Namun PM baru ini pun lagi-lagi tidak mendapatkan dukungan dari parlemen, terutama karena von Papen yang merasa ditusuk dari belakang oleh von Schleicher akhirnya turut membantu Hitler menyabotase semua usaha von Schleicher. Keadaan terus menjadi buntu karena fungsi legislatif terkunci, sementara eksekutif seperti tersandera oleh legislatif. Akhirnya Hindenburg tidak memiliki jalan lain, selain mengangkat Hitler menjadi Perdana Menteri. Melihat pilihan sudah habis, Hindenburg dengan berat hati mengangkat Hitler menjadi Perdana Menteri tanggal 30 Januari 1933.

Sebagian orang di pemerintahan menilai bahwa setiap orang yang radikal ketika masih oposisi, umumnya akan melunak dan menjadi moderat begitu dia menjabat dan memiliki tanggung jawab politik. Namun ternyata dugaan itu keliru luar biasa, tanpa sadar mereka sudah menyerahkan masa depan Jerman, dan Eropa, DAN DUNIA ke tangan seorang radikal bernama Adolf Hitler.

 

Hitler & Politik: Berkuasanya Partai Nazi (1933-1934)

hindenberg
Hindenberg wafat 2 Agustus 1934 karena kanker paru-paru pada umur 86 tahun

Baru berkuasa, Hitler dan sekutu-sekutunya barunya mengadakan pemilu parlemen (LAGI!!). Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, kali ini partai Nazi menguasai semua aparatur negara. Pasukan SA bahkan diangkat menjadi “Banpol” (asisten polisi). Kali ini, tidak ada lagi yang menghalangi pasukan SA untuk menyerang, menghajar, bahkan membantai orang-orang dari partai komunis secara terang-terangan.

Pemilu ini kembali dimenangkan oleh Nazi yang mendapatkan 288 kursi. Menggunakan kekuasaannya sebagai Perdana Menteri, Hitler akhirnya melarang keberadaan partai politik lainnya, selain Nazi. Namun, dia belum berkuasa mutlak. Presiden Hindenburg yg disegani oleh militer dan rakyat Jerman masih bisa memecatnya. Hindenburg sendiri bersumpah “Selama saya masih hidup, jangan harap si kopral itu bisa memimpin Jerman!”.

Sayangnya, kondisi kesehatan Hindenburg semakin mengkhawatirkan. Akhirnya, Hindenburg wafat 2 Agustus 1934 karena kanker paru-paru. Hitler langsung mengadakan referendum untuk menyatukan posisi Perdana Menteri dengan Presiden tanggal 19 Agustus-nya. 90% rakyat Jerman setuju, dan Hitler resmi menjadi Presiden Jerman juga, menjadi Führer, pemimpin mutlak Jerman.

Hitler setelah menjadi PM sekaligus Führer, berorasi di Nuremberg – Jerman (10 September 1935)

 

Epilog

Gua tutup kisah kehidupan Hitler sampai fase ini dulu. Dari seorang seniman jalanan, sampai kemudian menjadi penguasa mutlak Jerman. Inilah latar belakang kehidupan seorang Adolf Hitler yang nantinya menjadi biang kerok meletusnya tragedi Perang Dunia 2 sekaligus malapetaka bagi jutaan orang tidak berdosa di seluruh Eropa.

Apa yang ingin dia capai setelah menjadi pemimpin mutlak Jerman pada dasarnya adalah realisasi dari tulisan-tulisannya di buku Mein Kampfyaitu upaya menguasai seluruh Eropa dan mengembalikan kejayaan Jerman dengan menyerang Eropa Timur, lalu Rusia, lalu membantai bangsa Yahudi & Slavia. Serangan dan pembantaian memang umum dalam sejarah, tetapi yang berbeda dalam PD2 ini adalah semua pembantaian tersebut dilakukan dengan sistematik, terencana, dengan tujuan nasionalisme serta menghapuskan ras Yahudi dan Slavia (dan beberapa ras lain) dari muka bumi.

Birokrasi Jerman dengan rapi, sistematis, dan terstruktur menciptakan jadwal pengiriman orang-orang Yahudi-Slavia ke kamp-kamp pembantaian. Ini adalah pembantaian manusia terencana paling mengerikan dalam sejarah modern. Semua itu didasari oleh semangat nasionalisme, oleh alasan-alasan emosional, tanpa diikuti oleh rasionalitas. Yang lebih mengerikan lagi, semua tragedi di PD2 itu dicapai oleh Hitler melalui jalan legal, jalan yang sah di mata hukum, melalui pemilu yang demokratis!

Segala kekacauan yang disebabkan oleh Hitler nantinya di Perang Dunia 2, tidak hanya merugikan banyak negara lain di Eropa, tapi juga rakyat Jerman sendiri. Mereka harus membayar mahal atas kesalahan fatal ini: lebih dari 6 juta orang Jerman terbunuh dalam PD2 yang seharusnya tidak perlu terjadi, negeri merekapun hancur lebur oleh keserakahan satu orang untuk menguasai Eropa, atas dasar nasionalisme buta, anggapan bahwa ras-nya adalah yang paling unggul di antara suku bangsa lain, serta alasan-alasan emosional lainnya. Demikian penggambaran gua tentang kisah hidup Hitler, semoga bisa menambah wawasan lo dalam memahami sejarah. Sampai jumpa di artikel berikutnya!

PS. Pada artikel berikutnya, gua berencana menulis antara 2 alternatif, kalian pilih yang mana?

Sorry, there are no polls available at the moment.

Sumber:

Alan Bullock: Hitler: A Study in Tyranny
Alan Bullock: Hitler & Stalin: Parallel Lives
August Kubizek: The Young Hitler I Knew
Frank Smoter: Adolf Hitler: the Making of a Führer di: http://smoter.com/hitler.htm diakses tanggal 12 September 2016
Patrick J. Buchanan: Chuchill, Hitler, and the Unnecessary War

Catatan:

[1]    Ketika berumur 8 tahun, Hitler aktif di gereja Katolik lokal, belakangan menjadi putra altar. Simbol (Coat of Arms) gereja tempatnya aktif ini adalah “Hakenkreuz”. Terjemahan harfiahnya “Salib kait” tapi kita lebih mengenal nama Perancisnya: “Swastika”, sebuah simbol keberuntungan yg umum di zaman itu, simbol yang kini identik dengan rasisme, partai Nazi, bahkan Hitler sendiri.
[2] [3] Percakapan ini hanya illustrasi dari perspektif penulis untuk memudahkan pembaca untuk membayangkan situasinya, bukan verbatim dikatakan oleh tokoh yang sesungguhnya.
EditorMarcel Susanto

Sumber artikel: www.zenius.net

Tinggalkan komentar