Penaklukkan di Irak dan Wilayah Timur (bag. 1)

 Penaklukkan di Irak dan Wilayah Timur

Periode ini dimulai dengan pengangkatan Sa’ad bin Abi Waqqash sebagai Panglima tertinggi untuk berjihad di Irak tahun 14 H.


Penobatan Sa’ad bin Abi Waqqash di Irak

Ketika masuk awal tahun ke 14 H Khalifah Umar bin al-Khaththab memotivasi kaum muslimin untuk berjihad di Bumi Irak. Yakni ketika sampai kepadanya berita terbunuhnya Abu Ubaid pada peperangan di Jembatan sungai Eufrat, dan menguatnya kembali kekuatan Persia di bawah pimpinan Yazdigrid dari kalangan Raja Persia. Ditambah lagi dengan pengkhianatan ahlu Dzimmah di Irak terhadap kesepakatan yang mereka buat dengan kaum muslimin. Mereka telah melepaskan ketaatan mereka terhadap pemerintah Islam, dengan menyakiti kaum muslimin dan mengusir para gubernur wilayah yang ditunjuk Umar dari tempat mereka. Maka Umar memerintahkan kepada seluruh pasukannya untuk keluar dari wilayah Persia dan berkumpul di penghujung negeri-negeri jajahan Persia.

Ibnu Jarir meriwayatkan, maka pada awal bulan Muharram tahun ini Umar berangkat dari Madinah membawa pasukannya dan singgah di sebuah tempat yang banyak airnya disebut dengan Shirar di tempat itu Umar memerintahkan pasukannya untuk berhenti.

Sementara dia telah bertekad untuk memimpin sendiri peperangan melawan Irak. Dia telah menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya di Madinah. Dalam keberangkatan ini dia membawa senior sahabat seperti Utsman bin Affan dan lain-lainnya. Kemudian dia menggelar musyawarah untuk membicarakan keinginannya tersebut.

Mereka berkumpul untuk shalat, sementara Umar telah mengirim utusan kepada Ali untuk turut menghadiri pertemuan tersebut. Maka Ali segera datang dari Madinah. Ketika semua telah berkumpul, Umar mengutarakan maksud hatinya. Seluruhnya yang hadir menyetujui usulnya untuk berangkat sendiri menuju Irak kecuali Abdurrahman bin Auf yang memberikan usulan lain padanya. Ia berkata, “Aku khawatir jika engkau kalah, maka kaum muslimin di seluruh penjuru bumi akan menjadi lemah, maka aku mengusulkan agar engkau mengutus seseorang dan engkau kembali ke Madinah.” Akhirnya Umar dan seluruh sahabat menerima dan membenarkan usul Abdurrahman ini.

Umar berkata padanya, “Siapa menurutmu yang akan kita kirim sebagai panglima ke Irak?”

Abdurrahman menjawab, “Aku telah menemukannya.”

Umar berkata, “Siapa dia?”

Abdurrahman menjawab, “Singa yang mencengkram dengan kukunya, Sa’ad bin Malik az-Zuhri.”

Maka Umar membenarkan usulannya ini dan segera mengirim Sa’ad sebagai Panglima tertinggi untuk wilayah Irak.

Wasiat Umar Kepada Sa’ad

Umar berwasiat kepada Sa’ad dan berkata, “Janganlah engkau merasa bangga dengan kedudukanmu sebagai keponakan Rasulullah dan sekaligus sebagai sahabatnya. Sesungguhnya Allah tidak akan menghapus kejelekan dengan kejelekan, tetapi Dia akan menghapus kejelekan dengan kebaikan.

Sesungguhnya tidak ada manfaatnya berbangga dengan keturunan (nasab) di sisi Allah kecuali dengan kepatuhan yang tulus kepada-Nya. Seluruh manusia baik yang berasal dari keturunan mulia maupun dari keturunan yang hina hakikatnya adalah sama dalam pandangan Allah. Mereka semua adalah Hamba Allah dan Allah Rabb mereka. Tingkat mereka akan berbeda-beda seuai dengan kemaafan yang diberikan Allah padanya dan sedikit banyaknya ketaatan mereka kepada Allah.

Lihatlah seluruh perkara yang telah diperbuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sejak dia diutus hingga berpisah dengan kita, kemudian ikuti jejaknya karena sesungguhnya itulah kebaikan yang hakiki. Inilah nasihatku padamu dan jika engkau menolaknya dan membencinya, maka amalanmu akan gugur sia-sia dan engkau akan menjadi orang-orang yang merugi.”

Ketika melepas kepergiannya Umar berkata, “Engkau akan menghadapi suatu perkara yang sangat berat. Maka bersabarlah terhadap apapun yang menimpamu, maka akan terkumpul dalam dirimu rasa takut kepada Allah, dan ketahuilah sesungguhnya takut (khasyah) kepada Allah akan dapat segala yang dilarang-Nya. Sesungguhnya barangsiapa yang dapat selalu patuh dan tunduk kepada-Nya adalah orang-orang yang membenci dunia dan mencintai akhirat.

Sebaliknya orang-orang yang bermaksiat melanggar perintahnya adalah orang-orang yang mencintai dunia dan membenci akhirat. Sesungguhnya hati itu diciptakan Allah memiliki hakikat, ada yang bersifat rahasia dan ada yang bersifat terang-terangan.

Hakikat hati yang terang-terangan yaitu jika dia merasa bahwa orang yang memujinya dan menghinanya sama saja tidak dapat mempengaruhi dirinya dalam berbuat kebaikan. Adapun hakikat hati yang rahasia dapat diketahui dengan munculnya hikmah dari dalam hatinya melalui ungkapan lidahnya, dan kecintaan manusia terhadap dirinya.

Sesungguhnya jika Allah mencintai seseorang Allah akan menjadikan orang tersebut dicintai makhluk-Nya. Sebaliknya jika Allah membenci seorang hamba Dia akan menjadikan hamba tersebut dibenci oleh makhluk-Nya. Maka ukurlah di mana kedudukan dirimu di sisi Allah dengan kedudukanmu di sisi manusia.”

Maka Sa’ad berangkat menuju Irak dengan membawa 4000 pasukan, 3000 orang dari penduduk Yaman, ada yang menyebutkan dia membawa 6000 pasukan, dan Umar mengiringinya dari Shirar hingga al-A’wash.

Khutbah Umar Radhiallahu ‘Anhu

Kemudian Umar berdiri berpidato di hadapan khalayak dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada kalian contoh permisalan dan memberikan kepada kalian firman-Nya agar hati-hati menjalani kehidupan. Sesungguhnya asal hati itu adalah mati hingga Allah menghidupkannya. Barangsiapa yang mengetahui sesuatu hendaklah mengambil manfaat darinya.

Sesungguhnya al-‘adalah itu memiliki tanda-tanda dan sikap. Adapun tanda-tandanya yaitu sifat malu, dermawan, mudah dalam bergaul, dan lemah-lembut, dan dalam bentuk sikap yaitu selalu bersikap rahmat terhadap makhluk.

Allah telah menjadikan segala sesuatu itu memiliki pintu, dan Allah mudahkan pintu-pintu dibuka dengan kunci-kunci. Pintu keadilan adalah banyak mengambil i’tibar, dan kuncinya adalah zuhud. Adapun i’tibar akan didapat dengan mengingat kematian dan mempersiapkan diri menyambutnya dengan amal. Sedangkan zuhud yaitu mengambil kebenaran dari semua orang yang membawanya, dan menyampaikan hak kepada pemiliknya dan mencukupkan diri dengan segala sesuatu yang ada pada dirinya. Jika tetap merasa tidak cukup dengan apa yang ada pada dirinya, maka dia tidak akan pernah merasa kaya selamanya.

Sesungguhnya antara kalian dan Allah ada diriku, sementara tidak seorang pun antara aku dan Allah. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas didirku menahan orang (yang terzhalimi, pen.) untuk meminta haknya. Oleh karena itu, laporkan segala kezhaliman kepadaku pasti akan aku selesaikan dan aku rebut hak darinya untuk kuberikan kepada pemiliknya.”

Kedatangan Sa’ad di Irak dan Berita Wafatnya al-Mutsanna

Kemudian Sa’ad berjalan menuju Irak, sesampainya di Zarud ketika itu jarak antara dirinya dan pasukan al-Mutsanna hanya beberapa saat lagi dan masing-masing dari mereka memendam kerinduan untuk berjumpa. Tiba-tiba luka pada tubuh al-Mutsanna bin Haritsah ketika peperangan di atas jembatan kembali terkoyak dan membawanya kepada kematian –semoga Allah merahmatinya–, maka beliau menunjuk Basyir bin al-Khasasiyah sebagai pemimpin pasukan. Ketika berita wafatnya sampai ke telinga Sa’ad, dia mendoakannya semoga dirahmati Allah, setelah itu dia menikahi istrinya Salma.

Maka ketika Sa’ad telah berkumpul dengan pasukan al-Mutsanna kepemimpinan seluruhnya beralih kepada dirinya. Seluruh panglima pasukan yang berada di Irak tunduk di bawah perintahnya, kemudian Umar mengirimkan bala bantuan lagi hingga jumlah pasukan Sa’ad bertambah pada perang Qadisiyah menjadi 30.000 personil, dan ada yang mengatakan 36.000 orang.

Umar berkatam “Demi Allah aku akan mempertemukan dan mengadu antara raja-raja orang ‘ajam (bangsa non Arab) dengan raja-raja Arab.”

Formasi Pasukan

Umar menulis surat kepada Sa’ad agar para pimpinan pasukan bertempur bersama pasukannya. Di dalam setiap pasukan terdapat sepuluh senior yang berpengalaman. Setelah itu Sa’ad mulai menentukan para pemimpin pasukan untuk bertempur bersama kabilah-kabilah, dia mengangkat pemimpin untuk pasukan pengintai, pasukan terdepan, sayap kiri dan kanan, pasukan tengah, pasukan berkuda, dan pasukan pejalan kaki, persis sebagaimana yang diperintahkan oleh Amirul mukminin Umar bin al-Khaththab.

Surat-menyurat Antara Umar dan Sa’ad bin Abi Waqqash

Umar menulis surat kepada Sa’ad menginstruksikan padanya agar segera berangkat menuju Qadisiyah –tempat ini merupakan pintu gerbang Persia pada masa jahiliyyah– Umar memerintahkannya agar berdiri di posisi antara bebatuan dan tanah yang lapang, menutup jalan bagi Persia, dan memulai penyerangan terlebih dahulu.

Umar berpesan, “Janganlah kamu merasa gentar melihat banyaknya jumlah musuh dengan perlengkapannya yang sempurna. Sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang banyak tipu muslihatnya. Jika kalian bersabar dan bebruat yang benar dengan niat yang tulus untuk menjalankan amanah ini, aku berharap besar kalianlah yang akan keluar sebagai pemenang. Setelah itu tidak akan mungkin lagi kembali kekuatan mereka selama-lamanya, kecuali kembali bersatu walaupun sebenarnya hati mereka bercerai berai.

Jika ternyata kondisi berbalik maka mundurlah ke arah bebatuan sebab kalian lebih berani dan terbiasa dengan medan seperti itu. Sementara mereka lebih penakut dan tidak mengenal medan, hingga Allah akan memberikan kemenangan kepada kalian dan akan mengembalikan kemenangan setelah kalian mundur terdesak.

Umar juga memerintahkan kepadanya agar banyak instrospeksi diri, selalu menasihati pasukannya agar meluruskan niat, mengharap ganjaran pahala dan selalu bersabar, “Sesungguhnya kesabaran dari Allah itu akan datang sesuai dengan niat, dan pahala yang akan didapat sesuai dengan sebesar apa pengharapannya. Berdoalah kepada Allah agar kalian diselamatkan-Nya.

Perbanyaklah bacaan la haula wala quwwata illa billah al-Aliy al-Adzim. Dan selalu kirimkan berita tentang perkembangan situasi kalian dengan detailnya. Beritahukan di mana posisi kalian turun, di mana posisi musuh kalian dan jaraknya dari kalian. Tulislah surat untukku seolah-olah aku sedang melihat secara langsung sepak terjang kalian, dan aku dapat mengetahui persis bagaimana keadaan kalian.

Takutlah kepada Allah dan berharaplah kepada-Nya. Jangan pernah engkau membanggakan hasil perjuanganmu. Ketahuilah Allah telah mewakilkan urusan ini kepadamu tanpa ada yang menggantikannya, maka jangan sampai Allah gantikan kalian dengan kaum yang lain.”

Maka Sa’ad menulis surat kepada Umar memberitahukan kepadanya bagaimana keadaan tempat-tempat di sana seolah-olah Umar melihatnya. Kemudian dia memberitakan perihal tentara Persia yang telah bersiap akan menggempur mereka di bawah pimpinan Rustam dan orang-orang yang kedudukannya setara dengannya. Dia berkata, “Mereka ingin menghabisi kami sebagaimana kami ingin mengabisi mereka, kelak ketetapan Allah jua yang akan berlaku, dan kita selalu menerima segala yang telah ditetapkan-Nya kepada kita baik kemenangan maupun kekalahan. Marilah kita memohon kepada Allah agar memberikan ketentuan takdir yang terbaik dan menyelamatkan kita semua.”

Umar menulis surat jawaban untuk Sa’ad dan berkata, “Aku telah menerima surat darimu dan telah kupahami isinya. Maka jika kelak kalian bertemu dengan musuh dan Allah memberikan kesempatan kepada kalian untuk memburu musuh yang kalah –sebab seolah-olah aku dibisikkan bahwa kalian tanpa ragu lagi pasti akan mengalahkan mereka–, maka jangan kalian berhenti hingga berhasil menyerbu kota Madain, karena di situlah kehancuran mereka insya Allah.”

Setelah itu Umar mendoakan Sa’ad dan kaum muslimin seluruhnya.

Ketika Sa’ad sampai di al-Uzaib tiba-tiba pasukan Persia di bawah pimpinan Syirzad bin Azad datang menyerang. Akhirnya mereka berhasil dikalahkan dan kaum muslimin mendapatkan harta rampasan perang yang cukup besar. Mereka pun merasa gembira dan semakin optimis untuk dapat memenangkan pertempuran. Sa’ad mengkhususkan satu pasukan yang bertugas menjaga kaum wanita yang dipimpin oleh Ghalib bin Abdullah al-Laitsi.

Bersambung…

Sumber Artikel www.KisahMuslim.com

Tinggalkan komentar